Juli 27, 2024

SMP NEGERI 3 BABAT

Sekolah Adiwiyata Nasional

Karya : Bapak Ahmad Fanani Mosah (Guru Pendidikan Agama Islam SMPN 3 Babat)

Kata-kata ‘wayahe…wayahe…’ pertamakali dipopulerkan para penjaja donat dua ribuan dg segala macam rasa. Ada rasa strowbery, rasa nanas, rasa coklat dsb. Tapi nggak ada rasain lu…!.
Tak pelak juga, ketika para kolega sudah jenuh dg beberapa tugas pengabdian di SMP Negeri 3 Babat, tak ayal pula teman-teman itu pada bengak-bengok, menirukan ikon donat dua ribuan : “Wayahe…wayahe…!”.
Dalam pada itu juga para pengkiprah pendidikan sebagian ada yang nyahut : “Ndang ayo,…ndang ayo…!”.
Dalam hitungan detik para guru/karyawan dg penuh kekompakannya, siang selepas jam dinas itu bergsrombol di tempat parkiran sepeda. Seper sekian detik, sudah ada kata sepakat untuk mencari kopi tebu.
Terkadang meluncur ke jalan petro. Terkadang refresing di depan bulog, karangkembang. Terkadang beli air tebu sendiri, diwadahi botol, lalu dibawa ke warungny Bik Rah. Atau dibawa ke kedainya Mbak Sri. Setelah air tebu di godog hingga mendidih, dituangkan ke dalam gelas besar yg sudah terisi serbuk kopi murni secukupnya.
Maka jadilah kopi tebu ide/prakarsa dari Bung Mosah. Setelah teman-teman msnyeruput kuliner aneh itu, banyak yg komen : “Huh, mantap Bung….! Aromanya sungguh sedap…!”
Semenjak itu pula, lontaran kata-kata ‘wayahe, wayahe’ ditambahi ‘kopi tebu…kopi tebu…’.!.
Lantas si empunya ide pertamakali, Bung Fanmosah menimpali : “Kopi tebu Karangasem, Kopi tebu Karangasem…!”.
Kemudian Pak Masbro Firdaus menyambung :”Gak kurang adoh tah…??!”.
Sambil nyeruput sedapnya wedang kopi tebu itu, tak jarang Bung Mosah memberikan analisa akurat. Bahwa racikan kopi tebu kesukaannya itu berkhasiat menyehatkan badan. Air tebu alami menambah stamina. Kopi menyehatkan jantung. Bahkan ramuan Bung Fan masih ditambah lagi dg taburan serbuk mrica lada 100 persen asli. Untuk mengobati encok, rematik, pegal-pegal linu, demikian ilmu yg diperoleh dari internet.
Hingga jika ada waktu luang (sabtu/minggu) Bung Fan menyempatkan diri meluncur ke jalan jombang, demi minum kopi tebu. Serbuk mrica/lada sangu sendiri, dimasukkan saku baju/celana. Sesampainya di warung yg dituju (depan kantor bulog) bungkusan serbuk mrica asli itu disodorkan ke ibu pemilik warung agar diramu dg kopi dan rebusan air tebu alami.
Sebagaimana Minggu siang kala itu, Bung Fan Mosah habis anjangsana teman nostalgia di wilayah kecamatan Modo. Usai pertemuan langsung pulang. Ternyata hujan ditengah jalan. Guna menghangatkan badan, ia menyempatkan mampir kedai kopi tebu langganannya. Tentu saja gelas besar yg berisi larutan air tebu dan kopi selir itu dalam waktu sekejap sudah terhidangkan di atas meja yg dihadapi Bung Fan.
Hujan rintik-rintik yg biasanya bikin dingin kala itu, bagi Bung Fan sudah tak terasa dingin lagi. Sebab badan sudah menyerap hangatnya wedang kopi tebu. === (Reportase : Abine Lita Arvina) ===