Catatan Kecil Buat Agus A Roziqin, Opini Radar Bojonegoro :
9 SISWA ITU TIDAK BERKICAU DAN SHOCK TERAPI MASA KINI
Oleh : Ahmad Fanani Mosah
(Penulis Adalah Guru SMP Negeri 3 Babat – Lamongan)
Agus A Roziqin dalam opininya yang dimuat di Radar Bojonegoro, edisi Senin 31 Desember 2012 menyoal tentang dikeluarkannya 9 anak yang terlibat pesta miras (minuman keras). Agus A Roziqin yang notabene pemerhati pendidikan, terlalu banyak memojokkan guru beserta lembaganya. Lebih-lebih Dewan/Komite Pendidikan Lamongan, juga berpihak pada orangtua/walimurid yang anaknya dikeluarkan akibat kasus itu, dengan komentarnya, bahwa lembaga madrasah hanya mau menikmati indahnya kicau burung tetapi tidak mau kena kotorannya.
Lembaga madrasah tsanawiyah yang bersangkutan, dengan hak otoritasnya mengambil tindakan keras bagi 9 muridnya yang minum minuman keras, adalah bukan hal yang aneh. Bukankah sekolah telah memasang rambu-rambu melalui tata-tertib ?. Ketika murid mencapai titik kulminasi tertentu (dalam sebuah pelanggaran berat), sekolah tidak harus memberi peringatan terlebih dahulu. Sebab dengan mensosialisasikan tata-tertib, macam-macam pelanggaran dengan sanksi dan hukumannya (bisa melalui info tempel, nasehat lewat upacara, petuah dalam pelajaran, dll) adalah sudah dianggap sekian kali dari peringatan.
Saya yakin murid-murid mafhum mana yang tergolong pelanggaran dan mana yang tergolong tidak pelanggaran. Termasuk mana yang katagori palanggaran ringan dan mana yang termasuk pelanggaran berat. Soal penjatuhan hukuman berat, cobalah menengok pada permainan sepakbola. Begitu pemain melakukan pelanggaran berat, langsung dijatuhi kartu merah oleh wasit. Tanpa adanya peringatan lagi. Saya juga percaya, jika lembaga tsanawiyah itu sedikit banyak menutup mata manakala anak didiknya melakukan pelanggaran (yang ringan-ringan). Ini pertanda adanya sekian kali dari rasa kasih sayang dan tak tega bila murid-muridnya menemui kegagalan. Betapa seandainya pimpinan lembaga madrasah tsanawiyah itu berlaku kejam, dengan mencantumkan label minir, lewat surat keterangan hitam di atas putih, yang menyebutkan bahwa anak tersebut terlibat perbuatan criminal, tentu ke 9 anak tersebut beserta keluarga akan lebih nestapa lagi !.
Terbukti dalam proses pengeluaran terhadap 9 anak itu, toh tidak langsung tinggal glanggang colong playu. Dengan langkah bijak, pihak madrasah masih bersedia mencarikan sekolah yang sanggup menampung kesembilan anak itu. Bukti fisik berikutnya, dalam raport itu tidak tertulis dikeluarkan dengan tidak hormat.
Terhadap apa yang disangkakan oleh Dewan Pendidikan Lamongan yang mengibaratkan murid (yang berprestasi) adalah kicau burung yang indah, ternyata 9 murid yang pesta mirasantika itu tidak berkicau. Apalagi acara minum minuman haram itu dalam kegiatan suci, kepramukaan. Pramuka identik dengan kebaikan, kedisiplinan, dan ketertiban. Sedangkan madrasah tsanawiyah dengan pendekatan keakheratan (baca : agama dan akhlaqul karimah). Ini juga pertanda adanya sinergi-sinergi imani menuju surgawi.
Kebijakan madrasah tsanawiyah yang (bisa) bikin kelimpungan semua kalangan itu adalah wajar-wajar saja. Justru pamor/wibawa lembaga sekolah dan guru-gurunya akan tercoreng-moreng bila tidak mengambil tindakaan tegas dengan mengeluarkan murid yang sudah tidak bisa didandani lagi. Ini semua merupakan shock terapi buat semua lini. Para anak didik harus berhati-hati dalam bertindak. Orangtua/walimurid harus lebih waspada dalam mengawasi putra-putrinya. Sebab apalagi anak jaman sekarang ada yang mengatakan : luput sembur.
Pepatah Latin mengatakan : “Nihil ex nihilo” (Tidak ada apa-apa jika tidak ada apa-apa). Tindakan sekolah tidak akan muncul bila tidak ada yang memulai untuk bertindak. Sebab sudah paunen-unen : “Ada aksi ada reaksi”, “Ada sebab ada akibat”. Yang bikin kebijakan “naik darah” adalah murid-murid yang berulah. Terlepas dari itu semua, yang jelas manakala “kemarahan” itu dipicu dari adanya murid yang nakal bin bandel, maka sang guru melalui power kelembagaannya akan mengambil tindakan.
Meski demikian, pengendalian diri untuk tidak emosi wajib kita jalani. Sebab pendekatan dari hati ke hati dipandang sebagai jalan yang terbaik dalam menghadapi kenakalan dan kebrutalan anak didik. Kecuali memang terkadang adakalanya anak itu perlu dikerasi, namun terkadang juga ada yang cukup diberi wejangan sudah nampak perubahan. = = = (Kiriman : Ahmad Fanani Mosah, Penulis Adalah Guru SMP Negeri 3 Babat – Lamongan) = = = =
Biodata Penulis : Ahmad Fanani Mosah
Tempat/Tgl Lahir : Lamongan, 15 Sept 1963
Kantor Dinas : SMP Negeri 3 Babat (Jl. Raya Gembong Babat)
Alamat Rumah/HP : Jl. Langgarwakaf 20 Sawo – Babat – Lamongan
0857 309 248 76